Entah Sampai Kapan


Diri teruslah bergetar. Bergetar oleh tantangan yang terus berdatangan dalam kehidupan. Diri yang sampai saat ini mencari-cari. Suatu cahaya yang kelak akan hadir. Kecemasan yang seharusnya kita dapat menghindarinya. Keputus asaan yang semestinya kita dapat membuangnya. Karena kita juga telah mengetahui, bahwa Tuhan telah melarang kita akan berputus asa.
Semua orang pastilah punya kelebihan kekurangan, begitu kata mereka. Namun kebanyakan dari kita akan lebih tertonjol kekurangannya daripada kelebihannya. Aku bukanlah orang yang pandai. Aku pun bukanlah orang yang hebat. Namun aku senantiasa yakin serta percaya akan kekuatan yang Tuhan kirim kepadaku, keluargaku serta kawanku.

Tinggallah waktu yang akan menjawab segala tanda tanya besar itu. Ya, begitulah yang aku fikir hari-hari kini. Hanya terdiam dan terdiam. Sakit yang semakin terasa, namun ku hanya bisa menahannya. Entah sampai kapan keadaan ini sirna lalu terganti suka. Mungkin sampai ku benar-benar menyadari akan diriku yang tiada pernah diberi tempat .

Sekedar ingin tahu, begitulah orang memandangnya. Tak terhiraukan ku tentang apresiasi itu. Karena keyakinan diri ini yang selalu ku pertahankan. Kata-kata itu yang tak berarti di telinganya. Tulisan-tulisan itu pun juga tak ada pengaruh apapun terhadapnya. Ada apa sebenarnya pada diri itu. Entah sampai kapan hal ini dapat berganti. Lelah. Lelah telah ketika memandangi sikapnya yang selalu begitu. Entahlah. Namun tak terfikirpun tentang keburukan yang terjadi. Bagaimana supaya diri ini tetap berpositif tentangnya.

Ku ingat-ingat kejadian masa lampau. Entah suka maupun luka. Ku terfikir seorang kawan. Kawan itu mengerti, namun diam. Kawan itu bahagia, namun entah dimana. Kawan itu kini menangis, namun tak pernah ia menampak. Kawanku mengajari penuh tentang kawan. Tak sekalipun ia tunjukkan keluh, meski diri penuh keluh. Tak tunjukkan diri sakit, meski diri sakit. Namun kenapa selalu air mata yang tersisa sampai saat ini. Tak pernah dia tunjukkan apapun terhadapku. Entah sampai kapan semua ini berakhir?

Kepercayaan yang sempat tertanam dan mulai tumbuh lalu layu begitu saja. Banyak hal yang harusnya dia dengar. Banyak hal pula yang harus dia tuliskan. Banyak pula hal yang semestinya dia pedulikan. Meski itu hanya sebentar. Hanya sebentar.  Namun tak pernah dia hiraukan tentang itu semua. Hanya menunggu sang waktu. Hingga suatu saat dia mengerti, begitupun diriku.

Semoga dalam kehidupan ini, hati kami senantiasa Engkau tuntun dalam jalan kebenaran serta dapat menemukan cahaya kebahagiaan itu yang abadi dan selalu dalam lindungan Rahmat Engkau. Amiin yaa Rabbal ‘Alamiin...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pasti! Baik-Baik Saja