Ini Kisahku 2
Sebelum aku nurut apa kata kakakku akan sekolahku. Aku ngeyel ingin diantar
ke Madrasah yang jadi pilihan keduaku, namun aku hanya mendapat harapan kosong.
Nihil hasilnya. Ya sudah, aku berangkat ke suatu Madrasah di desa tak jauh dari
kota. Madrasah yang baru saja didirikan. Madrasah yang baru aku tahu bahwa
belum ada tembok Madrasah yang dibangun. Aku baru tahu kalau aku adalah anak
pertama dari Madrasah tersebut.
Pengalaman baru saat aku mulai menempuh pendidikan disitu. Tiada kakak kelas, tiada adik kelas. Hanya ada aku, teman seangkatanku dan beberapa guru. Satu angkatanku hanya ada satu kelas yang beranggotakan 40 anak. Berada di lingkungan yang tidak begitu baik dan tidak begitu buruk membuatku harus dapat melakukan segala sendiri, karena mereka yang tak akan pernah mengerti keadaanku. hari
berjalan begitu sangat cepat. Mengingat terus kejadian saat tidak berhasilnya aku telah membuatku kelak aku tidak mendapat situasi yang sama terjadi. Masih ada harapan jika kelak aku dapat melanjutkan di Madrasah Aliyah yang lebih dari impian masa Ibtidaiyah. Dengan sangat hti-hati ku menjalani masa ujian di kelas 9. Karena hanya ada angkatanku di Madrasahku, maka saat ujian nasional kami “nunut” di sekolah lain. Karena tidak igin masa itu terulang kembali, maka aku punya tekad kuat kalau aku harus bisa. Mungkin pada saat itu aku mengalami kegagalan tapi tidak untuk kesempatan ini.
Ketika salah seorang dari teman-temanku berkata bahwa telah dibuka pendaftaran di Madrasah itu, maka akupun sepulang dari sekolah langsung menuju warnet untuk mencari info mengenai itu. Setelah satu jam lebih mencari, akhirnya aku menemukan informasi itu. Benar adanya jika Madasah itu telah membuka pendaftaran siswa baru melalui jalur nilai raport. Dengan bahagiany aku dapat menemukan info ini beserta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Satu lembar yang telah di tangan menjadi awal perjuanganku supaya tidak mengulangi hal yang sama. Satu lembar aku print. Aku tatap betul-betul. Namun ayangnya, aku masih sangat takut memberitahukan hal ini pada keluargaku. Aku takut jika tidak diizinkan, karena mengingat masih awal tahun dan belum saatnya harus mendaftar sekolah padahal ujian nasional belum dilaksanakan.
Setelah beberapa hari, baru aku memberanikan diri mengungkap pada kakak serta orang tuaku. Dan ternyata dengan bahagianya mereka mengizinkan aku mengikuti seleksinya. Keesokannya aku langsung menemui guru di madrasahku untuk membuatkan aku legalisir. Rasa semangat yang begitu semangat. Hingga semua persyaratan telah berkumpul, maka aku mengirimnya pada Madrasah Aliyah itu. Dengan ucapan bismillah aku menginjak kakiku di tanah Madrasah ini dengan harapan baik maka aku niat betul. Karena rasa trauma masa lalu itu telah menjadikan diriku yang saat itu tambah memiliki tekad.
Saat hari dimana tes tulis dilaksanakan, aku tetapalah jadi diriku saat dimana aku melakukan tes masa itu. Sendiri tanpa satupun kawan. Berjalan kesana kemari tak tahu arah. Belok kesana ada perkumpulan, belok kesitu ada perkumpulan dan aku mengarah ke belakang mengikuti alur aspal pada jalan kenangan. Tanpa ragu, aku cari lokasi kelas yang akan ku tempati. Aku ingat betul pada saat itu aku berada pada kelas ruangan 9 tepatnyapada barisan utara. Pada saat itu kondisi kesehtanku tidak begiti mengenakkan. Namun beruntungnya kursiku ada di paling pojok belakang. Aku berusaha konsentrasi penuh. Pada siang itu hujan mengguyur. Tes berlangsung hingga waktu sore.
Dua hari setelah waktu itu, tepatnya hari jumat, aku bersama ketiga temanku pergi ke Madrasah Aliyah itu untuk melihat hasil tes tulis kemarin.barisan nama serta sekolah yang begitu banyaknya membuat kami kesulitan mencari nama dari nama kami. Maklum, karena sekolah kami hanya segelintir yang ikut seleksi ini. Di runtut satu persatu dari ujung sebelah selatan hingga utara masih saja belum i ketemukan. Dan setelah lama kami di depan papan itu, akhirnya nama salah satu kami di temukan namun hasilnya nihil. Berikut juga dengan kedua temanku yang lain juga nihil. dan giiranku yang belum ketemu. Dan ternyata aku lolos dalam seleksi ini. Bahagiaku tak tertahan lagi. Aku segera menuju rumah untuk memberitahukan berita ini pada keluargaku. Mereka sangat bahagia.
Kawan, sejujurnya ketika aku masih duduk di bngku kelas 8 kesehatan bapakku mulai kurang baik. Yang terkadang hal itu masih sulit ku terima karena keadaanku yang sangat labil. Mungkin pada saat itu aku berfikir bahwa aku sangat masih butuh bapak untuk dapat memotivasiku supaya maju tapi malah beliau yang harus seperti itu. Terasa berat memang. Namun dibalik semua kejadian itu, aku sedikit-demi-sedikit mulai mengerti serta memahami bahwa akulah yang harusnya mengerti keadaan beliau bukan malah menylahkan keadaan. Berawal kejadian ini maka aku mulai memahami akan kehidupan itu. Ujian yang kian lama tidak akan semakin mudah. Semakin kita bangkit maka terjalan akan semakin terjal. Namun jika diri tidak mau bangkit dari keterpurukan maka terjalan itu tidak akan ada selesainya dan tidak ada mudahnya.
Aku bersyukur, Allah sangat menyayangiku. Bapak sakit dan kakakku sanggup membiayai sekolahku dan aku dapat melanjutkan ke Aliyah. Kakakku itu merupakan satu-satunya kakak laki-lakiku yang luar biasa. Dia sanggup berjuang demi kedua adiknya dan orang tua. Dan kini, dia juga yang sedikit sedikit merenovasi rumah orang tua juga. Perlu di ketahui bahwa aku bersama mereka dapat punya semangat.
Perjalanan hidupku ini mungkin belum seberapa jika di sepadankan dengan mereka mereka yang mugkin kondisinya lebih parah dari aku. Tapi perlu juga diketahui, bahwa diri kita sama dengan mereka.
Perjalanan hidupku bukan hanya sampai disini saja. Masih sangat panjang kelokan itu. Meski kegagalan sering dialami, namun rasa keputusasaan yang tidak akan menguasai diri. Aku harus mengulangi perjuanganku untuk hari esok yang akan lebih baik. Amiin...
Semoga Dia meridhoi impianku... Amiin
Pengalaman baru saat aku mulai menempuh pendidikan disitu. Tiada kakak kelas, tiada adik kelas. Hanya ada aku, teman seangkatanku dan beberapa guru. Satu angkatanku hanya ada satu kelas yang beranggotakan 40 anak. Berada di lingkungan yang tidak begitu baik dan tidak begitu buruk membuatku harus dapat melakukan segala sendiri, karena mereka yang tak akan pernah mengerti keadaanku. hari
berjalan begitu sangat cepat. Mengingat terus kejadian saat tidak berhasilnya aku telah membuatku kelak aku tidak mendapat situasi yang sama terjadi. Masih ada harapan jika kelak aku dapat melanjutkan di Madrasah Aliyah yang lebih dari impian masa Ibtidaiyah. Dengan sangat hti-hati ku menjalani masa ujian di kelas 9. Karena hanya ada angkatanku di Madrasahku, maka saat ujian nasional kami “nunut” di sekolah lain. Karena tidak igin masa itu terulang kembali, maka aku punya tekad kuat kalau aku harus bisa. Mungkin pada saat itu aku mengalami kegagalan tapi tidak untuk kesempatan ini.
Ketika salah seorang dari teman-temanku berkata bahwa telah dibuka pendaftaran di Madrasah itu, maka akupun sepulang dari sekolah langsung menuju warnet untuk mencari info mengenai itu. Setelah satu jam lebih mencari, akhirnya aku menemukan informasi itu. Benar adanya jika Madasah itu telah membuka pendaftaran siswa baru melalui jalur nilai raport. Dengan bahagiany aku dapat menemukan info ini beserta syarat-syarat yang harus dipenuhi. Satu lembar yang telah di tangan menjadi awal perjuanganku supaya tidak mengulangi hal yang sama. Satu lembar aku print. Aku tatap betul-betul. Namun ayangnya, aku masih sangat takut memberitahukan hal ini pada keluargaku. Aku takut jika tidak diizinkan, karena mengingat masih awal tahun dan belum saatnya harus mendaftar sekolah padahal ujian nasional belum dilaksanakan.
Setelah beberapa hari, baru aku memberanikan diri mengungkap pada kakak serta orang tuaku. Dan ternyata dengan bahagianya mereka mengizinkan aku mengikuti seleksinya. Keesokannya aku langsung menemui guru di madrasahku untuk membuatkan aku legalisir. Rasa semangat yang begitu semangat. Hingga semua persyaratan telah berkumpul, maka aku mengirimnya pada Madrasah Aliyah itu. Dengan ucapan bismillah aku menginjak kakiku di tanah Madrasah ini dengan harapan baik maka aku niat betul. Karena rasa trauma masa lalu itu telah menjadikan diriku yang saat itu tambah memiliki tekad.
Saat hari dimana tes tulis dilaksanakan, aku tetapalah jadi diriku saat dimana aku melakukan tes masa itu. Sendiri tanpa satupun kawan. Berjalan kesana kemari tak tahu arah. Belok kesana ada perkumpulan, belok kesitu ada perkumpulan dan aku mengarah ke belakang mengikuti alur aspal pada jalan kenangan. Tanpa ragu, aku cari lokasi kelas yang akan ku tempati. Aku ingat betul pada saat itu aku berada pada kelas ruangan 9 tepatnyapada barisan utara. Pada saat itu kondisi kesehtanku tidak begiti mengenakkan. Namun beruntungnya kursiku ada di paling pojok belakang. Aku berusaha konsentrasi penuh. Pada siang itu hujan mengguyur. Tes berlangsung hingga waktu sore.
Dua hari setelah waktu itu, tepatnya hari jumat, aku bersama ketiga temanku pergi ke Madrasah Aliyah itu untuk melihat hasil tes tulis kemarin.barisan nama serta sekolah yang begitu banyaknya membuat kami kesulitan mencari nama dari nama kami. Maklum, karena sekolah kami hanya segelintir yang ikut seleksi ini. Di runtut satu persatu dari ujung sebelah selatan hingga utara masih saja belum i ketemukan. Dan setelah lama kami di depan papan itu, akhirnya nama salah satu kami di temukan namun hasilnya nihil. Berikut juga dengan kedua temanku yang lain juga nihil. dan giiranku yang belum ketemu. Dan ternyata aku lolos dalam seleksi ini. Bahagiaku tak tertahan lagi. Aku segera menuju rumah untuk memberitahukan berita ini pada keluargaku. Mereka sangat bahagia.
Kawan, sejujurnya ketika aku masih duduk di bngku kelas 8 kesehatan bapakku mulai kurang baik. Yang terkadang hal itu masih sulit ku terima karena keadaanku yang sangat labil. Mungkin pada saat itu aku berfikir bahwa aku sangat masih butuh bapak untuk dapat memotivasiku supaya maju tapi malah beliau yang harus seperti itu. Terasa berat memang. Namun dibalik semua kejadian itu, aku sedikit-demi-sedikit mulai mengerti serta memahami bahwa akulah yang harusnya mengerti keadaan beliau bukan malah menylahkan keadaan. Berawal kejadian ini maka aku mulai memahami akan kehidupan itu. Ujian yang kian lama tidak akan semakin mudah. Semakin kita bangkit maka terjalan akan semakin terjal. Namun jika diri tidak mau bangkit dari keterpurukan maka terjalan itu tidak akan ada selesainya dan tidak ada mudahnya.
Aku bersyukur, Allah sangat menyayangiku. Bapak sakit dan kakakku sanggup membiayai sekolahku dan aku dapat melanjutkan ke Aliyah. Kakakku itu merupakan satu-satunya kakak laki-lakiku yang luar biasa. Dia sanggup berjuang demi kedua adiknya dan orang tua. Dan kini, dia juga yang sedikit sedikit merenovasi rumah orang tua juga. Perlu di ketahui bahwa aku bersama mereka dapat punya semangat.
Perjalanan hidupku ini mungkin belum seberapa jika di sepadankan dengan mereka mereka yang mugkin kondisinya lebih parah dari aku. Tapi perlu juga diketahui, bahwa diri kita sama dengan mereka.
Perjalanan hidupku bukan hanya sampai disini saja. Masih sangat panjang kelokan itu. Meski kegagalan sering dialami, namun rasa keputusasaan yang tidak akan menguasai diri. Aku harus mengulangi perjuanganku untuk hari esok yang akan lebih baik. Amiin...
Semoga Dia meridhoi impianku... Amiin
semangat esti,, aku suka :)
BalasHapus